Minggu, 03 Januari 2010

Teori Belajar

BAB I

PENDAHULUAN

Belajar selalu didefinisikan sebagai suatu perubahan pada diri individu yang disebabkan oleh pengalaman. Sejak manusia dilahirkan, telah begitu banyak mengalami proses belajar. Belajar dan perkembangan adalah hal yang tidak dapat dipisahkan, tetapi belajar juga dapat karena adanya pengalaman dan aktivitas lain. Seperti halnya aktivitas / kegiatan belajar yang dilakukan antara guru dan siswa di sekolah. Dalam kegiatan belajar ini, semua guru harus mempunyai pandangan / teori belajar sehingga strategi mengajar mereka menjadi terstruktur.

Diantara teori belajar yang dapat digunakan oleh guru dalam kegiatan belajar di sekolah antara lain dikelompokkan menjadi empat aliran yaitu : teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitif, teori belajar humanistic dan teori belajar sibernetik. Dari teori belajar tersebut, memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehinga dalam aplikasinya juga memiliki perbedaan. Bagi guru, tidaklah harus terpaku pada satu teori saja karena pada hakikatnya dari semua teori belajar tersebut tidak ada satupun teori belajar yang sempurna.






BAB II

PEMBAHASAN

  1. Teori Belajar Behaviorisme

Teori ini dikemukakan oleh ahli psikologi behavioristik atau disebut juga S-R psychologist. Menurut mereka, tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Tingkah laku murid dianggap sebagai reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang. Pandangan tentang belajar menurut aliran tingkah laku, tidak lain adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons.1 Teori belajar behaviorisme dibagi menjadi :

    • Connectionisme (pertautan, pertalian)

Teori ini dikembangkan oleh Thorndike. Menurutnya, belajar adalah suatu proses “stamping in” (diingat), forming, hubungan antara stimulus dan respons.2 Teori ini juga sering pula disebut trial and error learning, individu yang belajar melakukan kegiatan melalui proses trial and error dalam rangka memilih respon yang tepat bagi stimulus tertentu.

Thorndike mendasarkan teorinya melalui percobaan terhadap kucing yang ditempatkan pada puzzle box. Dari hasil percobaannya, ia mengambil kesimpulan bahwa belajar adalah pembentukan hubungan / koneksi antara stimulus dan respons dan penyelesaian masalah (problem solving) yang dapat dilakukan dengan cara trial and error. Factor penting yang mempengaruhi semua belajar adalah reward atau pernyataan kepuasan dari suatu kejadian. Ciri belajar dengan trial and error adalah :

      1. ada motif pendorong aktifitas

      2. ada berbagai respon terhadap situasi

      3. ada eliminasi respon-respon yang gagal / salah

      4. ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.3

Dari penelitiannya, Thorndike menemukan 3 hukum yaitu :

        1. Law of readiness : jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi menjadi memuaskan

        2. Law of exercise : makin banyak dipraktekkan atau digunakan hubungan stimulus respon, makin kuat hubungan itu. Praktek perlu disertai dengan reward.

        3. Law of effect : bilamana terjadi hubungan antara stimulus dengan respon dan dibarengi dengan state of affairs yang memuaskan, maka hubungan itu menjadi lebih kuat. Bilamana hubungan dibarengi state of affairs yang mengganggu, maka kekuatan hubungan menjadi berkurang.4

    • Classical Conditioning

Teori ini dikembangkan oleh Ivan Pavlov melalui percobaan dengan anjing yang diberi stimulus bersyarat sehingga terjadi reaksi bersyarat pada anjing. Pada dasarnya, classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks baru tersebut.5 Kata classical yang mengawali nama teori ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang dianggap paling dahulu dibidang conditioning.

Dari hasil percobaannya dengan anjing, Pavlov menghasilkan 2 hukum belajar, diantaranya :

          1. Law of Respondent Conditioning : hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan seacra simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meingkat.

          2. law of Respondent Extinction : hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

John B. Watson (1878-1958) adalah orang pertama di Amerika Serikat yang mengembangkan teori belajar berdasarkan hasil penelitian Pavlov. Watson berpendapat bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respon-respon bersyarat melalui stimulus pengganti.6

E.R Guthrie memperluas penemuan Watson tentang belajar, ia mengemukakan prinsip belajar yang disebut the law of association : suatu kombinasi stimulus yang telah menyertai suatu gerakan, cenderung akan menimbulkan gerakan itu apabila kombinasi stimulus itu muncul kembali.

    • Operant Conditioning

Teori ini dikembangkan oleh B.F Skinner yang memandang hadiah (reward) dan reinforcement (penguatan) sebagai unsur yang paling penting dalam proses belajar. Skinner lebih memilih istilah reinforcement daripada reward karena reward diinterpretasikan sebagai tingkah laku subjektif yang dihubungkan dengan kesenangan, sedangkan reinforcement adalah istilah yang netral.

Pembentukan tingkah laku dalam operant conditioning adalah :

    1. Mengidentifikasi hal-hal yang merupakan reinforcement bagi tingkah laku yang akan dibentuk

    2. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi aspek-aspek kecil yang membentuk tingkah laku yang dimaksud

    3. Dengan mempergunakan secara urut aspek-aspek itu sebagai tujuan sementara, kemudian diidentifikasikan reinforcer untuk masing-masing aspek atau komponen itu

    4. Melakukan pembentukan tingkah laku dengan menggunakan urutan aspke-aspek yang telah disusun itu.

Operant conditioning adalah suatu situasi belajar dimana suatu respon dibuat lebih kuat akibat reinforcement langsung. Operant adalah sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer.7

Dalam pengajarannya, operant conditioning menjamin respon-respon terhadap stimulus. Apabila murid tidak menunjukan reaksi terhadap stimulus, guru tidak mungkin dapat membimbing tingkah lakunya kearah tujuan behavior. Skinner membagi dua jenis respon dalam proses belajar, yaitu :

            1. Respondents : respon yang terjadi karena stimuli khusus

            2. Operants : respon yang terjadi karena situasi random.8

Diantara kelemahan-kelemahan teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Proses belajar itu dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah proses kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar kecuali sebagian gejalanya

  2. Proses belajar itu bersifat otomatis-mekanis, sehingga terkesan seperti gerakan mesin dan robot, padahal setiap siswa memiliki self direction dan self control yang bersifat kognitif dan karenanya ia bisa menolak merespons jika ia tidak menghendaki

  3. Proses belajar manusia yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu sangat sulit diterima, mengingat mencoloknya perbedaan karakter fisik dan psikis antara manusia dan hewan.

  1. Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif merupakan teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri.9Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental manusia. Dalam pandangannya, tingkah laku manusia tampak tak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental. Menurut teori ini, belajar pada asasnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral (yang besifat jasmaniah) meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak nyata dalam hamper setiap peristiwa belajar siswa.

Tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal / memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Kaum kognitif berpendapat bahwa tingkah laku seseorang lebih bergantung kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada dalam suatu situasi.

              • Teori belajar Gestalt

Peletak dasar psikologi gestalt adalah Mex Wertheimer yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Kaum gestaltis berpendapat bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan. Suatu konsep yang penting dalam psikologi gestalt adalah tentang insight yaitu pengamatan / pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian di dalam suatu situasi.

              • Teori belajar cognitive-fieled dari Lewin

Lewin berpendapat bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan-kekuatan, baik yang dari dalam diri individu maupun dari luar diri individu. Menurutnya, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif.10 Perubahan struktur kognitif ini adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari struktur medan kognisi itu sendiri yang lainnya dari kebutuhan dan motivasi internal individu.

              • Teori belajar cognitive development dari Piaget

Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktifitas gradual daripada fungsi intelektual dari kongkrit menuju abstrak. Menurutnya, proses belajar terdiri dari 3 tahapan yakni : asimilasi (penyatuan), akomodasi (penyesuaian) dan equilibrasi (penyeimbangan).11

              • Jerome Brunner dengan teori free discovery learning

Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (konsep, teori, definisi dll) melalui contoh-contoh yang menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya.

              • Ausubel

Menurutnya, siswa aakn belajar dengan baik jika apa yang disebut advance organizers didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Advance organizers dapat memberikan 3 manfaat yakni :

                1. dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh siswa

                2. dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari siswa dengan apa yang akan dipelajari siswa sedemikian rupa sehingga

                3. mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah

  1. Teori Belajar Humanistik

Dalam perspektif humanistic, pendidik seharusnya memperhatikan pendidikan lebih responsive terhadap kebutuhan kasih sayang (affective siswa). Kebutuhan afektif ialah kebutuhan yang berhubungan dengan emosi, perasaan, nilai, sikap, predisposisi dan moral. Kebutuhan-kebutuhan ini diuraikan oleh Combs sebagai tujuan pendidikan humanistic, yaitu :

                  1. menerima kebutuhan-kebutuhan dan tujuan siswa serta menciptakan pengalaman dan program untuk perkembangan keunikan potensi siswa

                  2. memudahkan aktualisasi diri siswa dan perasaan diri mampu

                  3. memperkuat perolehan keterampilan dasar (akademik, pribadi, antarpribadi, komunikasi dan ekonomi)

                  4. memutuskan pendidikan secara pribadi dan penerapannya

                  5. mengenal pentingnya perasaan manusia, nilai dan persepsi dalam proses pendidikan

                  6. mengembangkan suasana belajar yang menantang dan bisa dimengerti, mendukung, menyenangkan serta bebas dari ancaman

                  7. mengembangkan siswa masalah ketulusan, respek dan menghargai orang lain dan terampil dalam menyelesaikan konflik.

Para ahli psikologi yang tergabung dalam aliran humanistic adalah :

              • Bloom dan Karthwohl

Menurut, apa yang dikuasai / dipelajari oleh siswa itu mencakup 3 kawasan yaitu :

    1. kawasan kognitif : pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi

    2. kawasan psikomotor : peniruan, penggunaan, ketepatan, perangkaian, naturalisasi

    3. kawasan afektif : pengenalan, merespons, penghargaan, pengorganisasian, pengamalan.

              • Kolb

Ia membagi tahapan belajar menjadi 4 yaitu : pengalaman kongkret, pengalaman aktif dan reflektif, konseptualisasi, eksperimentas aktif.

              • Honey dan Mumford

Mereka menggolongkan siswa menjadi siswa aktifis, reflector, teoritis dan pragmatis.

              • Habermas

Menurutnya, belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia. Ia mengelompokkan tipe belajar menjadi 3 yaitu : belajar teknis, praktis dan emansipatoris

  1. Teori Belajar Sibernetik

Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi. Informasi inilah yang akan menentukan proses. Asumsi lain dari teori ini adalah tidak ada satu pun proses belajar yang ideal untuk segala situasi yang cocok untuk semua siswa. Oleh karena itu, sebuah informasi mungkin akan dipelajari seorang siswa dengan satu macam proses belajar dan informasi yang sama itu mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda. Teori ini telah dikembangkan oleh :

              • Landa

Menurutnya, ada dua macam proses berpikir yaitu : algoritmik (proses berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke satu target tertentu), heuristic (cara berpikir divergen, menuju ke beberapa target sekaligus)

              • Pask dan Scott

Menurut mereka ada dua cara berpikir yaitu cara berpikir serialis yang sama dengan pendekatan algoritmik serta cara berpikir menyeluruh (wholist) yaitu cara berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah system informasi.

Teori belajar pemprosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan. Ada 9 tahapan dalam peristiwa pembelajaran sebagai cara eksternal yang berpotensi mendukung proses internal dalam kegiatan belajar adalah :

  1. menarik perhatian

  2. memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa

  3. merangsang ingatan pada pra syarat belajar

  4. menyajikan bahan perangsang

  5. memberikan bimbingan belajar

  6. mendorong unjuk kerja

  7. memberikan balikan informative

  8. menilai unjuk kerja

  9. meningkatkan retensi dan alih belajar.


Komponen pemprosesan informasi berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi serta proses terjadinya “lupa” dibagi menjadi 3, yaitu :

  1. Sensory Receptor (SR) : sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar

  2. Working Memory (WM) : mampu menangkap informasi yang diberi perhatian oleh individu

  3. Long Term Memory (LTM) diasumsikan : berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki individu, mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan sekali informasi disimpan dalam LTM, ia tidak akan pernah terhapus / hilang.

Keunggulan strategi pembelajaran yang berpijak pada teori pemprosesan informasi :

  1. cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol

  2. penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis

  3. kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap

  4. adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai

  5. adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya

  6. control belajar memungkinkan belajar sesuai irama masing-masing individu

  7. balikan informative memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.

Aplikasi teori belajar sibernetik dalam kegiatan pembelajaran, baik diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

    1. menentukan tujuan-tujuan pembelajaran

    2. menentukan materi pembelajaran

    3. mengkaji system informasi yang terkandung dalam materi pelajaran

    4. menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan system informasi tersebut (apakah algoritmik atau heuristic)

    5. menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan system informasinya

    6. menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan materi pelajaran.12







BAB III

KESIMPULAN

    1. Teori Belajar Behaviorisme

Teori ini dikemukakan oleh ahli psikologi behavioristik atau disebut juga S-R psychologist. Belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons. Teori belajar behaviorisme dibagi menjadi :

    • Connectionisme (pertautan, pertalian)

Teori ini dikembangkan oleh Thorndike. Menurutnya, belajar adalah suatu proses “stamping in” (diingat), forming, hubungan antara stimulus dan respons.

    • Classical Conditioning

Teori ini dikembangkan oleh Ivan Pavlov melalui percobaan dengan anjing yang diberi stimulus bersyarat sehingga terjadi reaksi bersyarat pada anjing.

    • Operant Conditioning

Teori ini dikembangkan oleh B.F Skinner yang memandang hadiah (reward) dan reinforcement (penguatan) sebagai unsur yang paling penting dalam proses belajar.

    1. Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif merupakan teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri.

    1. Teori Belajar Humanistik

Dalam perspektif humanistic, pendidik seharusnya memperhatikan pendidikan lebih responsive terhadap kebutuhan kasih sayang (affective siswa). Kebutuhan afektif ialah kebutuhan yang berhubungan dengan emosi, perasaan, nilai, sikap, predisposisi dan moral.

Para ahli psikologi yang tergabung dalam aliran humanistic adalah :

              • Bloom dan Karthwohl

              • Kolb

              • Honey dan Mumford

              • Habermas

    1. Teori Belajar Sibernetik

Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi. Informasi inilah yang akan menentukan proses. Asumsi lain dari teori ini adalah tidak ada satu pun proses belajar yang ideal untuk segala situasi yang cocok untuk semua siswa. Oleh karena itu, sebuah informasi mungkin akan dipelajari seorang siswa dengan satu macam proses belajar dan informasi yang sama itu mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.

Teori ini telah dikembangkan oleh :

              • Landa

Menurutnya, ada dua macam proses berpikir yaitu : algoritmik heuristic.

  • Pask dan Scott

Menurut mereka ada dua cara berpikir yaitu cara berpikir serialis serta cara berpikir menyeluruh (wholist).





DAFTAR PUSTAKA


Uno, Hamzah B. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara

Djiwandono, Sri Esti Wuryani. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Grasindo

Soemanto, Wasty. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta

Dalyono, M. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya

Budiningsih, C. Asri. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : FIP UNY

http://tujuh pemuda.multiply.com/journal/item/3/Teori-Sibernetik

http://212baca.wordpress.com/teori/

1 Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), hlm 7

2 Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Grasindo, 2006), hlm 126

3 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1990), hlm 118

4 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), hlm 31

5 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1995), hlm 105

6 M. Dalyono, op.cit, hlm 32

7 Muhibbin Syah, op.cit, hlm 107

8 Wasty Soemanto, op.cit, hlm 119

9 Hamzah B. Uno, op. cit, hlm 10

10 Wasty Soemanto, op.cit, hlm 123

11 Hamzah B. Uno, op. cit, hlm 10

12 C. Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta : FIP UNY, 2002), hlm 92

Kepribadian Guru

BAB I

PENDAHULUAN

Menjadi seorang guru adalah suatu tugas yang sangat mulia. Guru dituntut untuk dapat memberikan kontribusi yang lebih di dunia pendidikan. Selain kecakapan secara intelektual yang memang harus dimiliki oleh seorang guru, ada juga kecakapan moral yang diantaranya mencakup sifat - sifat pribadi seorang guru tersebut.

Sifat – sifat yang baik atau terpuji sangatlah perlu untuk ditanamkan pada diri seorang guru karena dari sifat-sifat terpuji tersebut yang dimiliki oleh seseorang guru dapat dijadikan teladan bagi muridnya khususnya dan bagi masyarakat pada umumnya. Citra positif tentang guru yang diberikan oleh masyarakat tidak lain karena pandangan mereka terhadap sifat-sifat yang dimiliki oleh guru. Oleh karena itu, sebagai guru atau calon guru harus mempelajari dan menumbuhkan sifat-sifat terpuji atau baik karena guru mempunyai peranan dan tanggung jawab yang besar dan mulia.

Guru hendaklah berusaha menjalankan tugas kewajibannnya sebaik-baiknya sehingga dengan demikian masyarakat menginsafi sungguh-sungguh betapa berat dan mulianya pekerjaan guru. Pengharagaan masyarakat terhadap guru haruslah timbul karena perbuatan guru itu sendiri.




BAB II

PEMBAHASAN

  1. Pengertian, Macam-macam Sifat dan Keadaanya

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, sifat mempunyai arti yang mencakup :1

  1. rupa dan keadaan yang tampak pada suatu benda

  2. peri keadaan yang menurut kondratnya ada pada sesuatu (orang, benda, dsb)

  3. tabiat atau watak dasar.

Sifat guru merupakan tabiat watak dasar yang dimilki oleh seorang guru. Antara guru yang satu dengan yang lainnya, tentu memiliki watak dasar yang berbeda-beda. Manusia setidaknya mempunyai 3 sifat dasar yang ada pada diri masing-masing individu, yaitu :2

  1. sifat biologis : sifat ini telah membuat manusia tumbuh secara alami dengan prinsip-prinsip biologis dengan menggunakan lingkungannya.

  2. sifat hewani : dengan adanya perasaan-perasaan hakiki, manusia mengalami desakan-desakan internal untuk mencari keseimbangan hidup. Melalui peralatan inderanya, manusia menjadi sadar dan menuruti keinginan-keinginan dan seleranya.

  3. sifat intelektual : dengan sifat ini, manusia mampu menemukan benar atau salahnya sesuatu, dapat membedakan baik, buruknya objek , serta dapat mengarahkan keinginan dan emosinya. Sifat intelektual manusia inilah yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Dengan adanya sifat intelektual ini, manusia dilebihkan derajatnya dari makhluk-makhluk lain.

Ahli-ahli ilmu jiwa mengklarifiksikan sifat manusia antara lain sebagai introvert (bersifat tertutup) lawan ekstrovert (bersifat terbuka).3 Jika dilihat dari pembagian sifat tersebut, guru adalah jenis pekerjaan yang membutuhkan hubungan baik dengan orang lain, membutuhkan orang dengan sifat ekstrovert karena orang dengan sifat ini mempunyai kemampuan untuk bergaul dengan orang lain sehingga memiliki kemampuan social yang tinggi.

Para ahli berbeda pendapat dalam menentukan keadaan sifat-sifat itu, pendapat yang terpenting dalam hal ini adalah :4

  1. sifat sebagai kebiasaan : pendapat ini dikemukakan oleh Guthrie, yang menggambarkanya seperti pelaut yang hidup dalam kapal, menjadi harus melakukan berbagai pekerjaan dengan cara tertentu, dengan berulangnya pekerjaan itu terbentuklah kebiasaan yang diikutinya dalam kelakuannya diberbagai situasi

  2. sifat sebagai pembawaan kejiawaan : Cason telah menjelaskan bahwa ada kecenderungan pada sementara orang, yang mudah terangsang dan sebagian lainnya sukar terangsang

  3. sifat sebagai ruang lingkup bagi penilaian terhadap berbagai situasi : dan tidak diragukan lagi bahwa ruang lingkup yang terjadi akibat percobaan, di mana manusia sebagai dasar yang digunakan untuk menilai keadaan

  1. Sifat-sifat yang harus Dimiliki oleh Guru

Dalam menjalankan tugasnya, guru mempunyai banyak persyaratan yang salah satunya adalah mengenai sifat guru. Guru dapat dikatakan baik apabila telah memenuhi atau memiliki sifat-sifat, serta sesuai dengan tuntunan tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru. Para ahli ilmu pendidikan, memberikan gambaran yang berbeda-beda dalam menyebutkan apa saja sifat yang harus dimiliki oleh guru.

  1. Sifat Guru Secara Umum

Secara umum sifat guru mencakup 5:

  1. berwibawa

kewibawaan adalah sesuatu yang sangat penting untuk dimiliki oleh seorang guru. Guru yang mempunyai kewibawaan berarti mempunyai kesungguhan, suatu kekuatan, sesuatu yang dapat memberikan kesan dan pengaruh.6

  1. jujur

sebagai guru senantiasa untuk dapat menjaga lisan dan hatinya agar selalu berkata yang sesuai dengan kenyataanya.

  1. bertanggung jawab

guru harus dapat mempertanggung jawabakan apa yang telah diperbuatnya.

  1. adil bijaksana dalam memutuskan sesuatu

sifat adil sangat lah diperlukan oleh guru agar tidak ada lagi istilah murid kesayangan. Guru harus dapat memutuskan sesuatu dengan seadil-adilnya tanpa memandang apapun karena guru harus menilai bahwa semua muridnya sama, tidak memandang kaya / miskin, latar belakang orang tuanya dll.

  1. rajin

  2. mudah bergaul dan tidak sombong

guru yang baik salah satunya adalah guru yang dapat menjalin hubungan baik diantara teman sejawatnya, murid-muridnya, maupun dengan masyarakat.

  1. cinta kepada tugasnya

seberat apapun tugas yang harus dijalani oleh seorang guru, haruslah diterima dengan senang, ikhlas dan lapang dada. Misalnya ketika ditugaskan di daerah terpencil yang jauh dari perkotaan, karena rasa cintanya kepada tugas yang telah dipercayakan kepadanya, maka guru tersebut menerima tugasnya itu dengan ikhlas, senang.

  1. bisa mendisiplinkan diri sendiri

  2. pemaaf, tetapi juga harus dapat bersifat tegas dimana perlu

  3. tidak lekas marah

dalam menghadapi muridnya ketika ada suatu masalah, guru harus tetap bersabar dan dapat mengendalikan emosinya.

  1. mau mendengar pendapat orang lain (tidak fanatic)

  2. selalu ingin menyelaraskan pengetahuannya dan meningkatkan kecakapan profesinya dengan perkembangan ilmu pengetahuan terakhir

  3. loyalitas terhadap bangsa dan negaranya

  4. tidak mengharapkan balas budi karena jasanya terhadap muridnya

dalam menjalankan tugasnya, guru harus menjalankannya secara ikhlas tanpa pamrih serta hanya mengharap keridhoan dari Alloh semata.

  1. Pendapat-pendapat para ahli tentang sifat-sifat guru yang baik :

  1. Menurut M.Ngalim Purwanto yang menetapkan sikap dan sifat yang perlu dimiliki oleh seorang guru :

    • Harus adil

    • Harus percaya dan suka kepada murid-muridnya

    • Harus sabar dan rela berkorban

Kesabaran merupakan syarat yang sangat diperlukan. Sifat sabar perlu dimiliki oleh guru, baik dalam melakukan tugas mendidik maupun dalam menanti hasil drai jerih payahnya

    • Harus mempunyai pembawaan (gezag) terhadap anak-anaknya

Tanpa adanya gezag pada pendidik, tidak mungkin pendidikan itu dapat masuk ke dalam hati sanubari anak-anak. 7

    • Guru hendaknya orang yang gembira

Sebagai guru, juga harus mempunyai sifat gembira atau humoris. Guru dapat mengadakan humor baik sengaja atau karena tidak sengaja. Misalnya jika ada insiden kecil, seyogyanya guru memandang enteng saja. Dengan melihatnya secara humoristis, guru akan dapat mempertahankan suasana baik. Tetapi hendaknya leluconnya jangan terlalu tinggi, sebab kalau demikian, reaksi kelas dapat lebih gaduh daripada perbuatan si nakal itu.8

    • Bersikap baik terhadap masyarakat

    • Harus menguasai benar-benar mata pelajaran

    • Harus suka kepada mata pelajaran yang diberikannya

    • Hendaknya berpengatahuan luas

  1. Menurut P.L. Pasaribu dan B. Simanjuntak yang mengemukakan 10 sifat yang harus dimiliki oleh guru :9

    • Menganut dan mendarahdagingkan falsafah Negara Pancasila, tindakan kita sehari-hari harus merupakan pemancaran Pancasila, seorang Pancasilais memiliki sifat antara lain : banyak berkorban, mengendalikan diri

    • Mengasuh dan menggunakan prinsip didaktik dalam setiap mengajar

    • Memahami situasi serta menghormati murid sebagai subjek, karena itu guru hendaklah menjauhkan diri dari sifat otoriter. Anak itu adalah manusia penuh yang berhak atas perlakukan hormat dari guru, agar kelak menjadi warga negara dewasa yang dihormati dan menghormati orang lain.10 Guru yang otoriter yang bersifat dictator biasanya memerintah anak dan tidak menghormati atau mengakui kesanggupannya untuk berpikir dan mengambil keputusan sendiri. Guru yang demokratis akan lebih banyak membicarakan dan mempertimbangkan sesuatu dengan anak.

    • Menghormati bahan pelajaran yang diberikan, orang yang demikian harus menguasai buku serta mengetahui manfaatnya. Ia harus menguasai bahan itu sepenuhnya jangan hanya mengenal isi buku pelajaran saja, melainkan juga menyukainya serta mengetahui pemakaian dan manfaatnya bagi kehidupan anak dan manusia umumnya.11 Sedapat mungkin bahan itu berarti dan penting bagi kehidupan anak sekarang dan di kemudian hari.

    • Dapat menyesuaikan metode mengajar dengan bahan pelajaran

    • Memperhatikan perbedaan individu, tiap-tiap anak mempunyai perbedaan kesanggupan dalam mengolah pelajaran. Oleh karena itu, bijaksanalah guru bila mengenal perbedaan individu sehingga guru dapat mencegah bahaya yang ditimbulkan perbedaan

    • Membentuk pribadi anak, bapak guru berpendapat bahwa tujuan utama adalah memberi ilmu kepada anak, sehingga anak menjadi pandai, memiliki pengetahuan; ini berarti anak menerima pendidikan intelektual, tetapi guru yang aspek kepribadian (emosional, estetik, etik, intelek), sehingga anak yang bersangkutan dapat bekerja sama dengan orang lain.

    • Memiliki mental healt, pekerjaan mengajar harus dilandasi kesehatan mental yang baik, karena guru berusaha mendewasakan murid. Seorang yang dewasa memiliki keseimbangan jasmani rohani dan keseimbangan emosi dan ratio, kalau gurunya memiliki kekalutan mental, maka pasti tujuan mengajar tak akan tercapai. Oleh karena itu, guru memeriksa dirinya sebelum mengajar. Keadaan rohani guru sering terganggu karena keadaan dalam rumah tangga sendiri, misalnya anak sakit, gaji tidak cukup dsb. Disamping itu banyak pula lagi segi sifat-sifat yang memperbesar kemungkinan penyakit rohaniah seperti rasa kurang harga diri, keengganan menghadapi kesukaran, “ichhaftigkeit” artinya terlampau mementingkan diri sendiri, kurang kepercayaan akan diri sendiri, cacat jasmaniah, tak mempunyai rasa humor dll.12

    • Memiliki persiapan, sebelum mengajar harus merumuskan serta mempersiapkan pelajaran, menentukan dan merumuskan tujuan dari pada pengalaman belajar itu sendiri, menyusun suatu strategi pengajaran

    • Mengadakan hubungan dengan orang tua murid.

      1. Menurut Al Ghazali, sifat-sifat yang harus dimiliki oleh guru adalah sebagai berikut :13

        • Guru hendaknya memandang murid seperti anaknya sendiri : menyayangi dan memperlakukan mereka seperti layaknya anak sendiri. Rosululloh saw mencontohkan hal ini dengan menyatakan posisinya ditengah-tengah para sahabat :


Sesungguhnya aku bagi kamu seperti orang tua terhadap anaknya (HR Abu Dawud, al Nasa’I, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)

        • Dalam menjalankan tugasnya, guru hendaknya tidak mengharapkan upah atau pujian, tetapi handaknya mengharapkan keridhaan Alloh dan berorientasi mendekatkan diri kepada-Nya. Guru hendaknya tidak memandang murid sebagai pihak yang diberi, sehingga mengharapkan imbalan jasa atas pemberiannya, tetapi sebagai pihak yang memberinya dengan jalan untuk memperoleh pahala yang besar dan mendekatkan diri kepada Alloh SWT. Seandainya tida ada murid, tentu guru tidak akan memperoleh pahala yang besar itu. Guru hendaknya berpedoman pada prinsip para nabi seperti terungkap dalam pernyataan berikut ini :


Hai kaumku, aku tidak meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Alloh (Qs Hud , 11:29)

        • Guru hendaknya memanfaat setiap peluang untuk memberi nasihat dan bimbingan kepada murid bahwa tujuan menuntut ilmu ialah mendekatkan diri kepada Alloh, bukan memperoleh kedudukan atau kebanggaan duniawi

        • Terhadap murid yang bertingkah laku buruk, hendaknya guru menegurnya sebisa mungkin dengan cara menyindir dan penuh kasih sayang, bukan dengan terus terang dan mencela, sebab teguran yang terakhir dapat membuat murid berani membangkang dan sengaja terus menerus bertingkah laku buruk.

        • Hendaknya guru tidak fanatic terhadap bidang studi yang diasuhnya, lalu mencela bidang studi yang diasuh guru lain. Sebaliknya, hendaknya ia mendorong murid agar mencintai semua bidang studi yang diasuh guru-guru lain

        • Hendaknya guru memperhatikan fase perkembangan berpikir murid agar dapat menyampaikan ilmu sesuai dengan kemampuan berpikir murid. Hendaknya ia tidak menyampaikan ilmu di atas kemampuan berpikir dan di luar jangkauan pemahaman murid. Hal seperti ini bisa terjadi pada guru yang sombong yang merasa berpengetahuan luas, sehingga menyampaikan semua ilmu yang diketahuinya tanpa memperhatikan manfaatnya. Ilmu adalah harta yang harus diurus oleh orang yang cakap. Oleh sebab itu, dalam hal ini, guru hendaknya ingat firman Alloh sebagai berikut :


Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) (Qs al Nisa, 4:5)

        • Hendaknya guru memperhatikan murid yang lemah dengan memberinya pelajaran yang mudah dan jelas, serta tidak menghantuinya dengan hal-hal yang serba sulit dan dapat membuatnya kehilangan kecintaan terhadap pelajaran

        • Hendaknya guru mengamalkan ilmu, dan tidak sebaliknya perbuatannya bertentangan dengan ilmu yang diajarkannya kepada murid. Hendaknya guru tidak mendustakan firman Alloh :


Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri (Qs al Baqoroh, 2:44)

      1. Al Abrasyi menyebutkan bahwa guru dalam Islam sebaiknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut :14

    • Zuhud : tidak mengutamakan materi, mengajar dilakukan karena mencari keridaan Alloh. Guru mengambil dari rejeki dunia hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokok diri dan keluarganya secara sederhana. Ia hendaknya tidak tamak terhadap kesenangan dunia, sebab sebagai orang yang berilmu ia lebih tahu ketimbang orang awam bahwa kesenangan itu tidak abadi.15

    • Bersih tubuhnya : jadi, penampilan lahiriyahnya menyenangkan

    • Berish jiwanya : tidak mempunyai dosa besar

    • Tidak ria : ria akan menghilangkan keikhlasan

    • Tidak memendam rasa dengki dan iri hati

    • Tidak menyenangi permusuhan

    • Ikhlas dalam melaksanakan tugas

    • Sesuai perbuatan dengan perkataan

    • Tidak malu mengakui ketidaktahuan

    • Bijaksana

    • Tegas dalam perkataan dan perbuatan, tetapi tidak kasar

    • Rendah hati (tidak sombong)

    • Lemah lembut

    • Pemaaf

    • Sabar, tidak marah karena hal-hal kecil

    • Berkepribadian

    • Tidak merasa rendah diri

    • Bersifat kebapakan (mampu mencintai murid seperti mencintai anak sendiri)

    • Mengetahui karakter murid, mencakup pembawaan, kebiasaan, perasaan dan pemikiran.

      1. Mahmud Yunus menghendaki sifat-sifat guru Muslim sebagai berikut :

      • Menyayangi muridnya dan memperlakukan mereka seperti menyayangi dan memperlakukan anak sendiri

      • Hendaklah guru memberi nasihat kepada muridnya seperti melarang mereka menduduki suatu tingkat sebelum berhak mendudukinya

      • Hendaklah guru memperingatkan muridnya bahwa tujuan menuntut ilmu adalah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, bukan untuk menjadi pejabat, untuk bermegah-megah atau untuk bersaing

      • Hendaklah guru melarang muridnya berkelakuan tidak baik dengan cara lemah lembut, bukan dengan cara mencaci maki

      • Hendaklah guru mengajarkan kepada murid-muridnya mula-mula bahan pelajaran yang mudah dan banyak terjadi di dalam masyarakat

      • Tidak boleh guru merendahkan pelajaran lain yang tidak diajarkannya

      • Hendaklah guru mengajarkan masalah yang sesuai dengan kemampuan murid

      • Hendaklah guru mendidik muridnya supaya berpikir dan berijtihad, bukan semata-mata menerima apa yang diajarkan guru

      • Hendaklah guru mengamalkan ilmunya, jangan perkataannya brbeda dari perbuatannya

      • Hendaklah guru memberlakukan semua muridnya dengan cara adil, jangan membedakan murid atas dasar kekayaan atau kedudukan.

      1. Abdurrahman An Nahlawi mengemukakan sifat-sifat pendididk muslim dalam bukunya Ushulut Tarbiyatil Islamiyah Wa Asalibuha sebagai berikut :

    • Hendaknya tujuan, tingkha laku dan pola piker guru bersifat rabbani

    • Hendaklah guru bersabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada anak-anak

    • Hendaklah guru seorang yang ikhlas

    • Hendaklah guru jujur menyampaikan apa yang diserukannya

    • Hendaklah guru senantiasa membekali diri dengan ilmu dan kesediaan membiasakan untuk terus mengajarkanya

    • Hendaklah guru mampu menggunakan berbagai metoda-metoda mengajar secara bervariasi menguasainya dengan baik serta mampu memilih metoda mengajar yang sesuai bagi materi pengajaran serta situasi belajar mengajarnya

    • Hendaklah guru mampu mengelola siswa, tegas dalam bertindak serta meletakkan berbagai perkara secara professional

    • Hendaklah guru mempelajari kehidupan psikis para pelajar selaras dengan masa perkembangannya ketika ia mengajar mereka sehingga dia dapat memperlakukan mereka sesuai dengan kemampuan akal dan kesiapan psikis mereka

    • Hendaklah guru tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang mempengaruhi jiwa dan pola piker angakatan muda

    • Hendaklah guru bersikap adil diantara para pelajarnya maksudnya tidak cenderung kepada salah satu golongan diantara mereka dan tidak melebihkan seorang diantara yang lainnya

        1. Hubungan Baik Guru – Murid

Hubungan antara guru dan murid dapat terjalin dengan baik salah satunya melalui sifat-sifat yang dimiliki yaitu :16

          • Keterbukaan : sehingga baik guru maupun murid saling bersikap jujr dan membuka diri satu sama lain

          • Tanggap : bilamana seseorang tahu bahwa dia dinilai oleh orang lain

          • Saling ketergantungan antara satu sama lain

          • Kebebasan : yang memperbolehkan setiap orang tumbuh dan mengembangkan keunikannya, kreativitasnya dan kepribadiannya

          • Saling memenuhi kebutuhan : sehingga tidak ada kebutuhan satu orang pun yang tidak terpenuhi

        1. Guru yang Paling Disukai Murid-muridnya

Untuk dapat mengetahui guru yang bagaimana yang paling disukai oleh muridnya, dapat dilakukan dengan cara penilaian melalui angket yang berisi daftar sifat-sifat untuk kemudian dipilih oleh siswa. Diantara guru yang paling disukai murid-muridnya karena :17

    1. Suka membantu dalam pekerjaan sekolah, menerangkan pelajaran dan tugas dengan jelas serta mendalam dan menggunakan contoh-contoh sewaktu mengajar

    2. Riang, gembira, mempunyai perasaan humor dan suka menerima lelucon atas dirinya

    3. Bersikap akrab seperti sahabat, merasa seorang anggota dalam kelompok kelas

    4. Menunjukkan perhatian pada murid dan memahami mereka

    5. Berusaha agar pekerjaan sekolah menarik, membangkitkan keinginan belajar

    6. Tegas, sanggup menguasai kelas, membangkitkan rasa hormat pada murid

    7. Tak pilih kasih, tidak mempunyai anak kesayangan

    8. Tidak suka mengomel, mencela, mengejek, menyindir

    9. Betul-betul mengajarkan sesuatu kepada murid yang berharga bagi mereka

    10. Mempunyai pribadi yang menyenangkan




BAB III

KESIMPULAN

            1. Pengertian, Macam-macam Sifat dan Keadaanya

Sifat guru merupakan tabiat watak dasar yang dimilki oleh seorang guru. Antara guru yang satu dengan yang lainnya, tentu memiliki watak dasar yang berbeda-beda.

Para ahli berbeda pendapat dalam menentukan keadaan sifat-sifat itu, pendapat yang terpenting dalam hal ini adalah

  • sifat sebagai kebiasaan

  • sifat sebagai pembawaan kejiawaan

  • sifat sebagai ruang lingkup bagi penilaian terhadap berbagai situasi

Secara umum sifat guru mencakup

Berwibawa, jujur, bertanggung jawab, adil bijaksana dalam memutuskan sesuatu, rajin, mudah bergaul dan tidak sombong, cinta kepada tugasnya, bisa mendisiplinkan diri sendiri, pemaaf, tetapi juga harus dapat bersifat tegas dimana perlu, tidak lekas marah, mau mendengar pendapat orang lain (tidak fanatic), selalu ingin menyelaraskan pengetahuannya dan meningkatkan kecakapan profesinya dengan perkembangan ilmu pengetahuan terakhir, loyalitas terhadap bangsa dan negaranya, tidak mengharapkan balas budi karena jasanya terhadap muridnya

            1. Hubungan Baik Guru – Murid

          • Keterbukaan

          • Tanggap

          • Saling ketergantungan antara satu sama lain

          • Kebebasan

          • Saling memenuhi kebutuhan






DAFTAR PUSTAKA


Poerwadarminta, WJS. 1982. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Soemanto, Drs. Wasty Soemanto. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Renika Cipta

Arikunto, DR. Suharsimin. 1993. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta : PT Rineka Cipta

Mahmud Hana, Prof. Dr. Attia. 1978. Bimbingan Pendidikan dan Pekerjaan. Jakarta : Bulan Bintang

Team Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya. 1989. Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM. Jakarta : CV Rajawali

Wijaya, Drs. Cece, Drs. Djadja Djadjuri, Drs. A. Tabrani Rusyan. 1992 Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Purwanto, MP, Drs. M. Ngalim. 1994. Ilmu Penddikan Teoritis dan Praktis. Bandung : Remaja Rosdakarya

Popham, W James dan Evi L. Baker. 1992. Teknik Mengajar Secara Sistematis. Jakarta : PT Rineka Cipta

Namsa, Yunus. 2000. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta : Pustaka Firdaus

Nasution M.A, Prof. Dr. S. 1986. Didaktik Asas Asas Mengajar. Bandung : Jemmars

Aly M.A, Drs. Hery Noer. 1999. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Logos

Tafsir, DR. Ahmad. 2004. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Gordon, Thomas. 1990. Guru yang Efektif. Jakarta : Rajawali Press

Nasution, Prof. Dr. S. Nasution. 1995 Didaktik Asas Asas Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara

1 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1982), hlm 943

2 Drs. Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : PT Renika Cipta, 1990), hlm11

3 DR. Suharsimin Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1993), hlm 271

4 Prof. Dr. Attia Mahmud Hana, Bimbingan Pendidikan dan Pekerjaan, (Jakarta : Bulan Bintang, 1978), hlm 235-236

5 Team Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, (Jakarta : CV Rajawali, 1989), hlm 20

6 Drs. Cece Wijaya, Drs. Djadja Djadjuri, Drs. A. Tabrani Rusyan, Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1992), hlm 23

7 Drs. M. Ngalim Purwanto, MP, Ilmu Penddikan Teoritis dan Praktis, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994), hlm 133

8 W James Popham dan Evi L. Baker, Teknik Mengajar Secara Sistematis, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1992), hlm 107

9 Yunus Namsa, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2000), hlm 91-92

10 Prof. Dr. S. Nasution. M.A, Didaktik Asas Asas Mengajar, (Bandung : Jemmars, 1986), hlm 12

11 Prof. Dr. S. Nasution. M.A, Didaktik, hlm 13

12 Prof. Dr. S. Nasution. M.A, Didaktik, hlm 22-23

13 Drs. Hery Noer Aly. M.A., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos, 1999), hlm 97-99

14 DR. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004), hlm 82-83

15 Drs. Hery Noer Aly. M.A., Ilmu, hlm 100

16 Thomas Gordon, Guru yang Efektif, (Jakarta : Rajawali Press, 1990), hlm 28-29

17 Prof. Dr. S. Nasution, Didaktik Asas Asas Mengajar, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), hlm15

Filsafat Pendidikan

BAB I

PENDAHULUAN

Kemampuan belajar yang dimiliki manusia, merupakan bekal yang sangat pokok. Berdasarkan kemampuan itu, umat manusia telah berkembang selama berabad-abad yang lalu dan tetap terbuka kesempatan luas baginya untuk memperkaya diri dan mencapai taraf kebudayaan yang lebih tinggi. Misalnya para ahli teknologi berusaha terus untuk menemukan sumber-sumber energi baru dengan mempergunakan hasil penemuan ilmiah yang digali oleh generasi-generasi terdahulu. Namun, tanpa dibekali kemampuan belajar, kemajuan dibidang teknologi ini tidak mungkin kita dapati.

Masing-masing mengalami banyak perkembangan di berbagai bidang kehidupan. Perkembangan ini dimungkinkan karena adanya kemampuan untuk belajar yaitu mengalami perubahan kearah positif dan menuju kedewasaan

Di dalam membahas mengenai masalah belajar, tentunya tidak lepas dari pembahasan mengenai apa itu belajar, tujuan, prinsip-prinsip dan factor-faktor yang mempengaruhi belajar serta teori-teori tentang belajar itu sendiri.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan – pemahaman, keterampilan dan nilai – sikap.1 Kegiatan yang dilakukan dalam belajar antara lain dapat melalui membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain-lainnya2. Perubahan yang didapat dalam kegiatan belajar itu dapat berupa suatu hasil yang baru ataupun merupakan penyempurnaan terhadap hasil yang telah diperoleh sebelumnya.

Belajar merupakan kegiatan manusia yang sangat penting dan harus dilakukan selama hidup, karena melalui belajar seseorang dapat melakukan perbaikan dalam berbagai hal yang menyangkut kepentingan hidup, misalnya dengan belajar, apa yang menjadi cita-cita kita dapat terwujud. Kegiatan belajar ini tidak pernah mengenal batasan usia, belajar dapat dilakukan oleh setiap orang, baik anak-anak, remaja, orang dewasa, maupun yang tua karena belajar ini akan berlangsung seumur hidup.

B. Tujuan Belajar

Proses belajar yang di alami oleh seseorang, baik ketika di sekolah maupun lingkungan rumah atau keluarganya sendiri, dapat mempengaruhi tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin dicapai setelah seseorang belajar. Tujuan dari seseorang melakukan belajar antara lain adalah :

  • Belajar bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri antara lain tingkah laku. Tingkah laku yang diharapkan setelah seseorang melakukan belajar adalah perubahan tingkah laku yang mengarah ke arah yang positif.

  • Belajar bertujuan untuk mengubah kebiasaan dari yang buruk menjadi baik, misalnya merokok menjadi tidak merokok karena telah mengetahui bahaya dari rokok. Cara untuk menghilangkan kebiasaan buruk ini adalah melatih diri untuk menjauhkan kebiasaan buruk dengan modal keyakinan dan tekad bulat harus berhasil.

  • Belajar bertujuan untuk mengubah sikap dari negative menjadi positif, tidak hormat menjadi hormat, dan sebagainya.

  • Belajar bertujuan untuk menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu karena ilmu pengetahuan terus berkembang tanpa mengenal batas, perkembangan teknologi yang semakin maju dan canggih.3

C. Prinsip-prinsip Belajar

  • Kematangan jasmani dan rohani

Kamatangan jasmani yaitu keadaaan seseorang yang telah sampai pada batas minimal umur serta kondisi fisiknya telah cukup kuat untuk melakukan kegiatan belajar sedangkan kematangan rohani artinya keadaan seseorang yang telah memiliki kemampuan secara psikologis untuk melakukan kegiatan belajar. Bila anak belum memiliki kematangan jasmani dan rohani sedang ia sudah dimasukkan ke sekolah, akibatnya anak itu akan banyak mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan belajarnya.

  • Memiliki kesiapan

Kesiapan yang harus dimiliki oleh orang yang akan melakukan kegiatan belajar yaitu dengan kemampuan yang cukup baik fisik, mental maupun perlengkapan belajar.

  • Memahami tujuan

Memahami tujuan yang hendak dicapai itu sangat penting untuk diketahui oleh orang yang melakukan kegiatan belajar. Hal ini sangat perlu agar proses belajar yang dilakukan dapat cepat selesai serta lancar dan berhasil tetapi jika kita tidak mengetahui tujuannya, dapat menyebabkan kebingungan karena apa yang dilakukan tidak terarah.

  • Memiliki kesungguhan

Kesungguhan haruslah dimiliki oleh orang yang belajar. Hal ini karena belajar tanpa kesungguhan akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan, sebaliknya belajar dengan kesungguhan serta tekun akan memperoleh hasil yang maksimal.

  • Ulangan dan latihan

Sesuatu yang dipelajari oleh seseorang yang belajar perlu diulang dan selalu dilatih agar meresap kedalam otak sehingga dapat dikuasai sepenuhnya dan akan sulit untuk dilupakan.


D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

  • Faktor Internal (yang berasal dari dalam diri)4

    1. Aspek Pisiologis (yang bersifat jasmaniah)

Kesehatan jasmani sangatlah diperlukan oleh orang yang melakukan kegiatan belajar, fisik yang sehat dan kuat dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Berbeda halnya dengan kondisi fisik yang lemah, tentunya hal ini dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi pelajaran pun kurang atau tidak berbekas.

    1. Aspek Psikologis (yang bersifat rohaniah)

Inteligensi Siswa

Inteligensi pada umumnya diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Tingkat kecerdasan atau inteligensi (IQ) siswa yang tinggi umumnya akan mudah dalam belajar dan hasilnya pun cenderung baik.5

Bakat

Merupakan kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Atau dengan kata lain bakat adalah kemampuan individu umtuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan (bakat khusus yang merupakan karunia pembawaan sejak lahir). Bakat dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar.

Minat

Merupakan kecenderungna dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat juga dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam belajar. Seorang siswa yang menaruh minat besar pada mata pelajaran matematika tentu akan lebih memusatkan perhatian yang lebih pada mata pelajaran tersebut.

Motivasi

Adalah daya penggerak / pendorong untuk melakukan sesuatu pekerjaan. Motivasi ini ada 2 macam yaitu motivasi intrinsic yaitu dorongan yang datang dari hati sanubari yang umumnya karena kesadaran akan pentingnya sesuatu, motivasi ekstrinsik yaitu dorongan yang datang dari luar diri (lingkungan) baik dari orang tua, teman maupun masyarakat. Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilannya. Menurut Arden N. Frandsen, ada beberapa hal yang mendorong seseorang untuk belajar yakni :6

  1. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas.

  2. Adanya sifat yang kreatif pada orang yang belajar dan adanya keinginan untuk selalu maju.

  3. Adanya keinginan untuk mendapat simpati dari orang tua, guru dan teman-teman.

  4. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru.

  5. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran.

  6. Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari belajar.

  • Faktor Eksternal (yang berasal dari luar diri)

    1. Keluarga

Di dalam sebuah keluarga, factor orang tua sangatlah besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak dalma belajar. Keluarga merupakan tempat pertama dimana anak dapat menerima pelajaran. Tinggi rendahnya perhatian orang tua, bimbingan orang tua, rukun tidaknya kedua orang tua, pengahasilan dan situasi dalam rumah dapat mempengaruhi berhasil atau tidaknya kegiatan belajar yang dilakukan anak-anak.

    1. Sekolah

Lingkungan sekolah, kualitas guru, metode pengajaran serta fasilitas baik itu ruangan dan sebagainya dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar. Ketika semua itu dapat terpenuhi dengan baik, maka kegiatan belajar juga dapat berjalan dengan baik dan tingkat keberhasilannya jauh lebih tinggi.


    1. Masyarakat

Bila di sekitar tempat tinggal kita, keadaan masyarakatnya terdiri dari orang-orang yang berpendidikan atau orang yang menjunjung tinggi akan pentingnya pendidikan, maka hal ini dapat mempengaruhi atau juga dapat menambah motivasi masyarakat yang lainnya untuk belajar menuntut ilmu.

    1. Lingkungan Sekitar

Keadaan lingkungan atau suasana di sekitar tempat tinggal anak didik yang aman, nyaman untuk melakukan kegiatan belajar saat berada di rumah, dapat mempengaruhi hasil dari belajarnya. Dengan kondisi yang tidak nyaman, tentunya akan menyulitkan anak untuk berkonsentrasi ketika sedang belajar dirumah.

E. Teori – Teori Pokok Belajar

  1. Teori Koneksionisme (pertautan / pertalian)

Tokoh dari teori ini adalah Edward L. Thorndike (1874 – 1949). Menurut Thorndike, belajar adalah pembentukan hubungan atau koneksi antara stimulus dan respon dan penyelesaian masalah (problem solving) yang dapat dilakukan dengan cara trial and error.7 Thorndike mendapat 3 hukum dalam belajar yang merupakan hasil dari penelitiannya, yaitu :

    • Law of effect, aktifitas belajar atau hubungan antara S-R bertambah erat dengan efek yang menyenangkan cenderung akan diulang atau ditingkatkan dan bila efeknya tidak menyenangkan akan terjadi sebaliknya.

    • Law of readness, aktifitas belajar dapat berlangsung efektif dan efisien bila subyek telah memiliki kesiapan belajar.8

    • Law of exercise, hubungan S-R bertambah erat kalau sering digunakan untuk latihan. Jika tidak sering diberi latihan maka hubungan antara S-R kurang erat atau bahkan akan lenyap

  1. Classical Conditioning

Teori ini berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov (1849-1936). Pada dasarnya classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya reflek tersebut. Kata classical ini digunakan karena Pavlov merupakan orang yang terdahulu di bidang conditioning. Dalam percobaannya dengan anjing, ia memberikan stimulus bersyarat (perangsang yang secara alami tidak dapat menimbulkan respons tertentu), tetapi melalui proses persyaratan dapat menimbulkan respons tertentu misalnya dengan suara lonceng dapat menimbulkan keluarnya air liur. Berdasarkan eksperimen Pavlov, semakin jelas bahwa belajar adalah perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respons. Jadi pada hakekatnya, teori ini kurang lebih sama dengan hasil eksperimennya Thorndike.



  1. Operant Conditioning (Pembiasaan Perilaku Respons)

Teori ini merupakan teori yang paling muda. Tokoh dari teori ini adalah Skinner yang menurutnya hadiah (reward) atau reinforcement (penguatan) sebagai unsur yang paling penting dalam proses belajar. Proses belajar dalam teori ini juga tunduk pada 2 hukum yaitu law of operant conditioning dan law of operant extinction. Menurut law of operant conditioning, jika timbulnya tingkah laku operant diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku akan meningkat. Sebaliknya, menurut law of operant extinction, jika timbulnya tingkah laku operant yang telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan menurun atau bahkan musnah.

  1. Teori Pendekatan Kognitif

Dalam pandangan para ahli kognitif, tingkah laku manusia yang tampak tak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, keyakinan dan sebagainya. Dalam pandangan kognitif, belajar pada hakekatnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah) meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hampir setiap peristiwa belajar siswa. Secara lahiriah, seorang anak yang sedang belajar membaca dan menulis tentu menggunakan perangkat jasmaniahnya (mulut dan tangan) untuk mengucapkan kata-kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi, hal yang dilakukan anak tersebut bukan semata-mata respons atas stimulus yang ada, melainkan yang lebih penting adalah karena dorongan mental.

Menurut pandangan aliran kognitif, tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku terjadi. Dalam setiap belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh insight untuk memecahkan masalah. Jadi tingkah laku seseorang lebih bergantung kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada di dalam suatu situasi.


BAB III

KESIMPULAN

Belajar merupakan proses perubahan dalam pengetahuan, pemahaman dan perubahan sifat. Tentunya dalam proses belajar ini, ada tujuan yang hendak di capai antara lain untuk mengadakan perubahan dalam diri mengenai tingkah laku, mengubah kebiasaan menjadi jauh lebih baik, mengubah sikap serta untuk menambah pengetahuan dalam berbagai bidang karena dalam belajar akan banyak sekali hal-hal yang kita pelajari.

Dalam belajar juga harus memperhatikan factor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi belajar agar kita siap untuk melakukan kegiatan belajar tersebut. Mempelajari teori belajar juga sangat diperlukan terutama bagi orang yang hendak menyampaikan pembelajaran agar pembelajaran yang di hendaki dapat diterima oleh orang yang akan menerima hasil belajarnya itu.




1 WS. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta : PT Grasindo, 1996), hal 53

2 Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar – Mengajar, (Jakarta : CV Rajawali, 1986), hal 22

3 Drs. M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2005), hal 49-50

4 Muhibbin Syah M. Ed, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru , (Bandung : PT Remaja Rodakarya,2003), hal 132-137

5 Drs. M. Dalyono, Psikologi, hal 56

6 Sardiman AM, Interaksi, hal 46

7 Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : PT Grasindo, 2006), hal 126

8 Prof. Dr. Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial Suatu Teori Pendidikan, (Yogyakarta, Rake Sarasin, ), hal 39